Selayang Pandang

Blog ini berisi tulisan-tulisan perjuangan seorang anak manusia demi menggapai impiannya. Berbagai hikmah yang Ia temukan terangkum dalam barisan huruf-huruf menjadi sebuah kata demi kata dalam kalimat-kalimat yang berkembang menjadi paragraf-paragraf panjang...

Selasa, 31 Januari 2012

Bismillahirrahmanirrahiim.....

Hari ini 1 Februari 2012 bertepatan dengan 9 Jumadil Akhir 1433 H.

Setiap saat melakukan perbaika, setiap saat melakukan muhasabah , setiap saat harus menjadi lebih baik. semoga awal ini bisa jadi titik tolak pengingat bahwa waktunya tak lama lagi.waktunya tinggal menghitung hari. waktunya bergegas dan melepaskan diri dari berleha-leha.

Flash back 3 tahun lalu serasa ada secuil sesal namun segera sirna, karena ingat mimpi di depan sana lebih indah untuk segera dicapai dari pada melulu meratapi penyesalan.


Semangat... !!!

Senin, 30 Januari 2012

MENCARI KEBENARAN

       Saat kuliah, Kia mempunyai teman bernama Ferdy. Menurutnya kisah hidup Ferdy cukup menarik untuk dikembangkan menjadi sebuah cerita. Meski tak banyak yang Kia tau tentang tokoh Ferdy ini, namun dari secuil kisahnya yang Ia dapat dari sahabat dekat Ferdy yang tak lain adalah sahabat Kia juga, muncullah inspirasi sebuah alur cerita yang coba Kia kembangkan.
           
Ferdy termenung sendiri di atas motor besarnya. Sesekali Ia mengepalkan tangannya sambil mengatupkan bibirnya erat-erat dan mengadu gigi-giginya dengan gemas. Rupanya sesuatu sedang mengganggu pikirannya. Ini bukan kali pertama Ferdy menyendiri. Setiap kali ada masalah sikapnya selalu dingin, dan sensitif. Selalu memilih sendiri dan tak jarang Ia nekat melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri.
            "Pagi Ferdy," Sapa Sekti, teman sekelas Ferdy. Namun sapaan hangatnya itu tak berbalas hangat. Dari raut  mukanya saja Sekti sudah mengerti Ferdy sedang bad mood.
            "Kamu lagi sensi ya Fer ?" Tanya Oman iseng.
             Ferdy menatap sinis kepada Oman.
            "Weiss.., sorry bro, Piiss.." Mata sinis Ferdy membuat  Oman enggan menggodanya.. diacungkannya kedua jari telunjuk dan tengahnya tanda 'damai'.
            Kalau sudah begitu jangan harap ada yang berani menegur 'si sensi', Ferdy. Beruntung teman-teman sekelasnya mengerti dengan wataknya yang tempramental. Tapi sifat seperti ini tak ayal mengganggu  dirinya sendiri  dan juga mengganggu orang lain.
            Ferdy memang sangat tertutup. Kepada teman-teman yang peduli padanya pun Ia enggan berbagi.

            Langkah kaki Ferdy menuju sebuah bangku kosong di sudut pujasera kampus. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja, menunggu makanan pesanannya datang.
            "Fer, tadi kamu kemana aja, kok nggak masuk jamnya Pak Kartono ?" Tanya Sefri yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Ferdy.
            "Males aja, emang kenapa ?" Jawab Ferdy singkat.
            "Sewot bener kayaknya.. Ada masalah ?" Tanya Sefri ramah.
            "Bukan urusan kamu." Tukas Ferdy.
            "Okelah kalo nggak mau diganggu, aku ke masjid dulu. Oya, minggu depan masuk jamnya Pak Kartono ya, katanya mau quiz." Jelas Sefri, lalu pergi meninggalkan Ferdy.
            Kumandang adzan ashar telah memanggil. Ferdy memandang gerombolan teman-temannya menuju masjid sambil termenung. Lantunan adzan itu menenangkan hati Ferdy  yang semula dibalut amarah. Ia mencoba meresapi kumandang adzan meskipun tak mengerti artinya. Ia seperti menemukan kedamaian setiap kali mendengar adzan.
            'Nyanyian itu seperti sebuah panggilan...' Gumam Ferdy.
@sf@
            "Mama mana Bi ?" Tanya Ferdy sepulang kuliah pada Bi Inah, pembantunya.
            "Mama Aden tadi nitipin ini buat Den Ferdy, Katanya Ibu baru pulang lusa dari Singapura. Ini Den.." Bi Inah menyodorkan sebuah amplop pada Ferdy.
            "Keluar negeri lagi ?" Ferdy membuka amplop yang ternyata berisi uang dan secarik kertas berisi pesan.
            'Mama mungkin baru bisa pulang lusa. Kalau uangnya kurang hubungi Mama ya, nanti Mama transfer uangnya.'
            Ferdy menghela nafas. Ironis, kebahagiaan di mata orang tuanya ternyata tak lebih dari lembaran-lembaran rupiah.
            "Papa Bi ?" Tanya Ferdy lagi.
            "Tuan kan belum pulang Den dari luar kota." Jawab Bi Inah.
           
            Ferdy termenung di kamar. Di rumah yang megah, Ia bagaikan burung dalam sangkar emas. Sendirian. Meski bergelimang harta, tapi hidupnya tak bahagia. Karena kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaannya, pulang pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri, sejak kecil Ferdy yang anak tunggal di rawat oleh Bi Inah, pembantunya.
            Ferdy mencoba menelpon Mama dan Papanya, namun hasilnya sia-sia. Berkali-kali dicoba tetap saja tak ada jawaban. 'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. cobalah beberapa saat lagi'.
Ferdy mengambil selembar kertas dan bolpoin.
            'Ma, Pa tolong jawab telponku. -Ferdy-'
            Ferdy seolah menuliskan pesan di kertas lalu namun kertas itu lalu ia lipat-lipat menjadi sebuah burung. Dihempaskannya burung-burungan dari kertas itu ke dalam kotak di sudut kamarnya. Kotak yang tak ubahnya seperti kotak sampah, berisi banyak bentuk benda dari lipatan kertas. Dari mulai kertas berbentuk bola dengan bekas remasan tangan, bunga, belalang, kupu-kupu, dan burung.
            Curahan hati Ferdy telah menggunung dalam kotak berisi origami itu. Pesan yang tak sampai dan mungkin tak kan pernah berbalas.

Keesokan harinya..
            "Mama Papa udah pulang Bi ?" Tanya Ferdy sepulang kuliah.
            "Tadi pagi sudah pulang Den, tapi langsung pergi lagi. Katanya Tuan dan Nyonya ada pertemuan di Puncak sampai besok Den." Tutur Bi Inah.
            'Mama dan Papa sibuk. jadilah anak baik di sekolah.-Mama & Papa-
            Sebuah pesan masuk ke ponsel Ferdy. Ya, begitulah cara Ferdy berkomunikasi dengan orang tuanya. Kadang Ia berfikir, walaupun orang tuanya masih hidup Ia merasa seperti seorang yatim piatu. Bertemu orang tuanya menjadi hal yang sulit bagi Ferdy. Mereka selalu pergi pagi buta sebelum Ferdy bangun, dan pulang setelah larut malam, saat Ferdy tidur. Setiap bulannya mereka hanya menitipkan uang pada Bi Inah untuk keperluan Ferdy. Lalu apa bedanya dengan yatim piatu ? Bahkan Ferdy lebih merasa menjadi anak Bi Inah dari pada kedua orang tuanya.

            Tok..tok..tok. Ketukan lembut membangunkan tidur Ferdy.
            "Den,,Aden,, sudah siang,, Aden nggak ke gereja ?" Ucap Bi Inah dari luar kamar Ferdy.
            Hari minggu, jadwalnya Ferdy untuk beribadah. Ya, Ferdy seorang Kristiani.  Ayahnya adalah donatur terbesar di gereja tempat Ferdy beribadah setiap pekan. Sejak kecil Ia selalu pergi ke gereja sendiri . Kedua orang tuanya menyuruhnya rajin berdoa ke gereja tapi mereka sendiri sudah tak pernah lagi ke gereja, karena sibuk bekerja. Entah kapan terakhir kali Ferdy pergi bersama kedua orang tuanya.
            Bi Inah seorang Muslim, namun sebagai tanda pengabdiannya, Ia selalu mengingatkan Ferdy untuk beribadah. Setidaknya itu pesan orang tua Ferdy padanya.

            Ferdy mengendarai motornya pelan, menuju gereja. Namun di persimpangan jalan tiba-tiba Ia berubah pikiran. Ia membelokkan setir motornya ke arah yang berlawanan dengan geraja.
            Ferdy memarkir motornya di depan pendopo kampus. Baru saja Ia turun dari motornya sebuah suara memanggilnya dari belakang.
            "Ferdy," Itu suara Sekti, teman sekelas Ferdy.
            "Ngapain ?" Tanya Sekti.
            "Tadinya mau ke gereja, tapi..nyasar kesini.hehe." Kata Ferdy asal.
            "Kenapa lagi kamu ?" Tanya Sekti seolah mengerti perasaan Ferdy.
            "Nggak apa-apa, aku pengen ke kampus aja."
            Sekti termasuk teman dekat Ferdy. Meski Ferdy jarang menceritakan masalahnya pada siapapun, Sekti termasuk orang yang mengerti Ferdy. Ia sedikit banyak tahu masalah yang dihadapi Ferdy.
            Sekti terdiam sambil memandangi sahabatnya. Pikirannya melayang pada kejadian 2 bulan lalu..
@sf@
            "Keluarga macam apa ini ?!" Pekik hati Ferdy berontak.
            Malam itu Ferdy mengambil kunci motornya dan pergi dengan membawa amarah pada orang tuanya. Tak bisa dibendung lagi tekanan yang Ia rasakan. Setelah pertengkaran hebat dengan orang tuanya itu Ferdy kabur dari rumah. Dengan pipi lebam akibat tinju yang dilayangkan ayahnya, Ferdy menggas motornya dengan kencang. Ia mengendarai motor seolah-olah ingin menabrak apapun yang ada di depannya.
            Pikirannya kalut, dadanya terasa sesak. Di benak Ferdy mungkin tak pernah mengharapkan semua limpahan kekayaan dari orang tuanya, yang Ia inginkan hanya sebuah keluarga yang sewajarnya keluarga. Dan Ia tak bisa dapatkan itu.
            Jalanan yang mulai gelap dan licin akibat gerimis tak membuat Ferdy mengurangi kecepatan laju motornya. Bayangan wajah ayahnya yang marah dan pukulan hebat yang bersarang di pipi kirinya berkelebatan di pikiran Ferdy membuat laju motor Ferdy kian membabi buta.
            Sampai pada suatu tempat, motornya berhenti tepat dihadapan sebuah pohon besar.
            "Kenapa aku harus dilahirkan jika akhirnya aku ditelantarkan !! kenapa ?!" Teriak Ferdy.
            "Apa salahku ?! selalu saja meninggalkanku sendiri... "
            "Kenapa selalu memaksaku mengerti semua yang tak ku mengerti,,, !" Tangis dan marah Ferdy tumpah. Saking kesalnya Ferdy memukul mukulkan tangannya pada batang pohon hingga jari-jarinya berlumuran darah.
            Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Ferdy terduduk lemas dibawah pohon, meratapi nasibnya. Ia pandangi tangannya yang penuh luka dan darah. Namun, luka di tangannya mungkin tak seberapa sakit dibandingkan dengan sesak hatinya akibat perilaku orang tuanya.
            Tak berapa lama, suara adzan pun kembali memanggil-manggil jama'ahnya untuk segera menunaikan sholat Isya.
            "Tuhan.. Tuhan ?" Terbersit tanya dalam benaknya, Adakah campur tangan Tuhan dalam hal ini?.
            'Apakah panggilan itu juga untukku?' Dalam hati Ferdy bergumam,
            Dengan gontai Ferdy melangkahkan kakinya mengikuti kata hatinya menuju masjid. Ia memandang orang-orang yang sholat dengan tatapan nanar. 'Kenapa aku tidak merasakan ketenangan seperti ini saat di gereja ? perasaan apa sebenarnya ini ?' .
            Batin Ferdy selalu gusar memikirkan getaran apa gerangan yang ada dalam hatinya, setiap kali mendengar kata Islam dan lantunan adzan. Terus dan terus Ferdy memikirkan hal itu. Sayup-sayup terdengar pula lantunan ayat suci al qur'an dari mushola dan masjid-masjid sekitar. Ferdy memejamkan matanya, hatinya tentram. Ferdy terlelap..

            "Ferdy..?"
            Ferdy merasakan ada yang menggoyang-goyangkan tubuhnya. Perlahan Ia bangun dari lelapnya dan menemukan sesosok yang tak asing lagi di hadapannya.
            "Sekti.." Ucap Ferdy lemah.
            "Kenapa kamu disini ?" Tanya Sekti heran menemukan seorang Ferdy 'terdampar' di teras masjid.
            "Kamu habis berkelahi ?" Sekti menatap tangan Ferdy yang berdarah dan mukanya yang lebam.
            Ferdy hanya menggelengkan kepalanya lemah.
            Sekti membawa Ferdy ke rumah salah seorang tetangganya agar luka di tangannya diobati.

            "Aku kabur dari rumah, aku nggak tahan lagi." Ferdy mulai bercerita kronologis kejadiannya sampai dia terdampar di teras masjid.
            "Sekarang kamu mau kemana?" Tanya Sekti.
            Ferdy mengangkat kedua bahunya. "Aku bisa kemana saja, asalkan tidak ke rumahku." Ucap Ferdy datar.
            Meski belum begitu mengerti apa yang terjadi pada temannya itu, Sekti tak menanyakannya lagi, Ia cukup faham, dengan watak Ferdy yang tempramental, sangat mungkin berpeluang untuk mendapatkan masalah. Ia membiarkan Ferdy sementara ini tinggal di rumah tetangganya itu.
            "Jangan hubungi keluargaku. Aku hanya semalam disini, besok aku tak kan mengganggumu lagi." Sambung Ferdy.
            Sekti tersenyum. "Aku tidak akan menghubungi keluargamu. Dan aku juga tidak merasa terganggu sama sekali Fer.." Kata Sekti menenangkan.
            "Tapi maaf aku nggak bisa bawa kamu ke rumahku." Lanjut Sekti.
            "Aku ngerti. Aku merasa lebih tenang sekarang. Makasih Sekti.." Ucap Ferdy.
@sf@
            Sejak saat itulah Sekti merasa Ferdy membutuhkan orang yang bisa membantunya. Sekti menjadi sangat ingin melindungi Ferdy. Menolongnya saat ia membutuhkan pertolongan.
            "Sekti, coba ceritakan tentang keluargamu." Kata Ferdy.
            "Keluargaku ? kenapa nanya itu ?" Tanya Sekti.
            "Apa keluargamu sering meninggalkanmu ? Apa keluargamu selalu memberi apa yang kamu butuhkan ?" Ferdy bertanya tapi seolah ingin bercerita.
            "Apa semua orang tua selalu menilai kebahagiaan anaknya dengan seberapa banyak harta yang mereka berikan ?" Lanjut Ferdy.
            Sekti hanya mendengarkan dengan seksama pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Ferdy. Ia paham, itu semua pasti yang dirasakan Ferdy selama ini.
            "Kenapa nggak jawab ?" Tanya Ferdy.
            "Oh, Kamu udah selesai bertanya ? baiklah, begini..." Sekti tersenyum dan mulai mengeluarkan petuah-petuah untuk temannya.
            "Sebuah keluarga itu seperti pemerintahan. Ada kepala keluarga yaitu Ayah, asisten kepala yaitu Ibu, dan staff-staffnya yaitu kita, putra dan putri mereka." Sekti mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana.
            "Lalu bagaimana jika staffnya ditelantarkan oleh para pemimpinnya ?" Tanya Ferdy.
            "Sebuah pemerintahan tentu ada peraturan yang telah disepakati. Dan sesuai hukum yang berlaku." Jawab Sekti.
            "Oiya, apa sebelumnya di keluargamu sudah ada kesepakatan ? hehehe.." Sekti mencoba mencandai Ferdy.
            "Kayaknya keluargaku bahkan belum layak disebut keluarga." Jawab Ferdy sendu. Sepertinya usaha Sekti mencandai Ferdy gagal.
            "Eh, katamu ada hukum yang berlaku ? hukum apa yang mengatur 'pemerintahan keluarga' ?" Tanya Ferdy kritis.
            "Oo...iya, tentu saja hukum Allah subhanahu wata'ala. Tuhan semesta alam." Jawab Sekti semangat.
            "Seperti apa hukum-hukumnya?" Tanya Ferdy lagi. Pertanyaannya mulai serius, rupanya Ia ingin mencari tahu jawaban dari kegundahan hatinya selama ini.
           
            Sekti tersenyum melihat antusias Ferdy bertanya tentang hukum Allah. 'Alhamdulillah..' Gumam Sekti dalam hati.
@sf@
            Sekti tengah sibuk menyiapkan konsumsi untuk acara KAMUS NEGARAWAN alias Kajian Muslim Negarawan, yaitu agenda rutin yang diselenggarakan oleh salah satu organisasi kemahasiswaaan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) setiap kamis sore.
            Drrtt..Drrtt..
            Getar handphone membuat Sekti kaget, hampir saja Ia menjatuhkan piring berisi snack konsumsi ditangannya.
            'Aku boleh hadir di KAMUS NEGARAWAN ???'
            Rupanya pesan dari Ferdy. Senyum terkembang di bibir Sekti, 'semoga ini awal yang baik untuknya'. Batin Sekti berharap. Segera Ia balas pesan Ferdy.
            'Tentu saja. Silahkan' 

            Materi kajian kali ini adalah tentang "Mengenal Allah Lebih Dekat" yang akan disampaikan oleh Ustadz Suherman dan dimoderatori oleh Feri, rekan kerja Sekti di KAMMI.
            Ustadz Suherman mulai menerangkan bahwa betapa Allah begitu dekat, lebih dekat dari urat nadi manusia, dan tiada Tuhan yang wajib kita sembah selain Allah swt.
            "Ada dua cara untuk mengenal Allah swt, yaitu dari ayat-ayat Al Qur'an (ayat-ayat qauliyah) dan dari tanda-tanda kebesaranNya, yaitu alam semesta ciptaanNya (ayat-ayat qauniyah)......"
            Ferdy mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan Ustadz. Setelah Ustadz menjelaskan semuanya, Ia tergelitik untuk bertanya tentang misteri kegelisahan hatinya selama ini. Ferdy memberanikan diri mengacungkan tangannya saat sesi tanya jawab.
            "Ustadz, kata Ustadz tadi Tuhan itu Esa. Lalu mengapa ada banyak agama selain Islam di dunia ini ?" Tanya Ferdy.
            Semua mata teman-teman tertuju pada Ferdy. Tatapan heran menghujani Ferdy, mengapa dia menghadiri kajian umat muslim?.
            "Pertanyaan yang bagus. Dalam surat Al- Ikhlas diterangkan, "Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Dialah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak di peranakkan. Dan tidak ada yang setara dengan Dia."
            Ustadz terdiam sejenak, lalu melanjutkan, " Dahulu para nabi dan rasul datang dengan membawa risalah illahi ini, yaitu menyampaikan keesaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Sebagai umat Islam kita wajib menjalankan risalah yang dibawa oleh para utusan Allah, yaitu meyakini dengan sepenuh hati kebenaran dan keesaan Allah. Namun, Allah telah menerangkan dalam Al Qur'an bahwa ada sebagian dari mereka yang beriman, dan sebagian lagi mengingkarinya. Dan Allah Maha mengetahui mana yang benar."
            "Bagaimana, sudah jelas akhi..?" Tanya Ustadz pada Ferdy.
            Sekti tersenyum mendengar Ustadz memanggil Ferdy dengan sebutan 'akhi'.
            "Lalu bagaimana dengan agama orang-orang Kristen Ustadz ? apa agama mereka salah?" Satu pertanyaan lagi dilontarkan Ferdy demi memuaskan rasa penasarannya.
            "Baiklah, untuk hal itu baca surat An-Nisa : 171, 'Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu[383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya[384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya[385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.'

[383]. Maksudnya: janganlah kamu mengatakan Nabi Isa a.s. itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani.
[384]. Maksudnya: membenarkan kedatangan seorang nabi yang diciptakan dengan kalimat kun (jadilah) tanpa bapak yaitu nabi Isa a.s.

[385]. Disebut tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
Wallahu a'lam bish showaab.."
            Setelah mendengarkan penjelasan Ustadz, Ferdy merasa yakin inilah jawaban atas kegundahan hatinya, mengapa ia selalu merasa tentram saat mendengar lafad Allah, konsep Islam tentang Tuhan yang  menurutnya paling rasional dan sesuai dengan yang ada dalam pikirannya selama ini.
            "Bagaimana ? ada pertanyaan lagi akhi ?" Tanya Ustadz.
            "Iya, terima kasih Ustadz. Saya mengerti." Jawab Ferdy tersenyum mantap.
            Sekti dan teman-temannya tersenyum melihat Ferdy. Meskipun Ia kadang tempramental dan susah ditebak emosinya, kini Ia ada sedikit kemajuan.
            'Semoga hidayah cepat datang padanya' Do'a Sekti untuk sahabatnya, Ferdy.
@sf@
            Sudah larut malam Ferdy sampai di rumahnya. Tampak mobil orang tuannya terparkir di depan. berarti Papa Mama pulang. Katanya dalam hati.
            "Pa, Ma.." Ferdy mencium tangan kedua orang tuanya yang telah menunggunya di meja makan.
            "Apa kabar Ferdy ? Apa kamu jadi anak nakal selama Papa Mama nggak ada ?" Tanya Mama sambil membelai rambut Ferdy lembut.
            "Ndak ko' Bu.. Den Ferdy ndak nakal selama ditinggal Ibu sama Bapak.." Jawab Bi Inah sambil tersenyum.
            "Bagus lah, apa yang kamu perlukan Ferdy ? apa uang yang Papa Mama kasih kemarin masih cukup ?" Sekarang giliran Papa mengabsen uang jajan Ferdy.
            "Masih Pa, " Jawab Ferdy singkat.
            "Emm.. Pa, Ma, apa minggu ini Papa sama Mama ada di rumah ?" Tanya Ferdy hati-hati.
            "Memangnya ada apa Fer ? memangnya sekolahmu sudah libur minggu ini,, kamu pasti mau minta liburan, ya kan ?" Kata Papa.
            Ferdy menggelengkan kepalanya.
            "Lalu kenapa ?" Tanya Mama.
            Baru saja Ferdy ingin menjelaskan maksudnya, dering handphone Papa menahannya.
            "Tunggu sebentar ya, Papa angkat telpon dulu."
            Tinggal Mama harapan Ferdy. Ia hendak menjelaskan pada Mamanya terlebih dulu, namun...lagi-lagi, kini handphone Mama berdering.
            "Tunggu sebentar ya Nak.."
            Tinggal kini Ferdy sendiri di meja makan. Karena kesal  merasa tak diperhatikan, Ferdy bergegas selesaikan makan lalu Ia masuk kamar.
            "Ternyata sampai disitu saja perhatian mereka. Biar ku tebak, pasti itu telpon dari bos-bos mereka yang menyuruh mereka lembur minggu ini. Sehingga mereka tak punya waktu lagi untukku." Gerutu Ferdy dalam kamar.
            "Aargghh !!!" Ferdy menghempaskan tubuhnya  ke tempat tidur dan membenamkan wajahnya di bawah bantal lalu memukul mukul kepalanya sendiri.
            "Kenapa kalian selalu membuatku muak ?!!" Ferdy berteriak pada dirinya sendiri di cermin. Hampir saja Ia meninju cermin itu, namun Ia ingat pesan sahabatnya, Sekti. 'Jangan menyakiti diri sendiri, belum tentu tanganmu ini bersedia kamu sakiti terus'. Karena itu Ia urung melakukannya.
            Ferdy menerawang ke langit-langit kamarnya. Kata-kata Ustadz Suherman masih terngiang-ngiang di telinga Ferdy. Jika agama Islam yang paling benar, lalu mengapa Papa dan Mamanya beragama Kristen, sehingga Ia juga beragama Kristen? Ada yang salah dengan agamaku. Batin Ferdy. Ia berniat menanyakannya pada Sekti.
@sf@
            Ferdy sampai di kampus pukul 08.45 WIB. Di depan kelas Sekti sudah menunggunya. Ferdy tersenyum, Ia ingat ada yang ingin Ia tanyakan pada Sekti.
            "Hey, Sekti..." Sapa Ferdy hangat. Namun Ferdy sadar wajah Sekti tak seceria biasanya.
            "Ini.." Sekti menyodorkan amplop putih padanya.
            "Untukku ? SP lagi Ya..?" Ferdy tampak santai menerima amplop yang berisi Surat Peringatan dari kampus. Ini kali kedua Ia menerima SP. Itu berati, tinggal satu kesempatan lagi untuknya, jika Ia mengulangi kesalahannya, Ia benar-benar mendapatkan keputusan Drop Out dari kampus.
            "Mau kamu apa si Fer ? kamu dapet SP2, tapi kamu santai aja. Harusnya kamu prihatin.." Kata Sekti. Sekti terlihat agak kesal sekaligus prihatin dengan keadaan sahabatnya. Ia khawatir temannya tidak punya kesempatan lagi, mengingat sikapnya yang cuek dan tak acuh terhadap dirinya sendiri.
            "Kenapa kamu yang sewot ? aku tahu ko' apa yang aku lakuin." Kata Ferdy dengan nada dingin.
            "Bukan gitu, tapi aku khawatir sama kamu. kamu bisa nggak sih serius kuliah mulai sekarang ?" Sekti berusaha menasehati Ferdy.
            Ferdy terdiam sejenak.
            "Apa kamu kasian padaku ?" Mata Ferdy menatap tajam wajah Sekti.
            Sekti merasa tak nyaman dipandang seperti itu, Ia mendorong tubuh Ferdy hingga hampir terjatuh.
            "Maaf Ferdy.. Aku hanya peduli padamu, karena kamu temanku... " Ucap Sekti.
            "Apa kamu nggak kasian sama orang tuamu yang membiayai kuliahmu ?" Kata Sekti.
            "Orang tuaku ?! Bahkan mereka pun nggak peduli padaku. Kenapa kamu berani mencampuri urusanku ?" Kata Ferdy dengan nada meninggi.
            "Masalah SP, itu bukan urusan kamu!!." Bentak Ferdy sambil berlalu begitu saja dari hadapan Sekti.
            "Astaghfirullahal 'adziim.." Lirih Sekti.
            Satu minggu setelah kejadian itu adalah hari-hari yang berat di kampus. Ada ujian dan quiz setiap harinya, belum lagi tugas dan praktikum di bengkel yang makin melelahkan. Khususnya untuk jurusan Ferdy dan Sekti, yaitu Teknik Konversi Energi minggu ini adalah penentuan, karena akan ada UAS juga alias Ujian Akhir Semester. Bagi tingkat 2 seperti Sekti dan Ferdy, UAS ini menentukan pembagian bidang di tingkat 3 nanti, yaitu bidang Utilitas dan bidang Audit. Di tingkat 2 ini jugalah kesempatan terakhir para dosen bisa men-DO mahasiswanya. Karena kemungkinan DO (Drop Out) tidak diberlakukan bagi mahasiswa yang telah tingkat 3.
            Sekti menatap bangku kosong di belakang tempat duduknya. Itu bangku Ferdy. Ferdy lagi-lagi bolos kuliah.
            "Sekti, kemana temanmu Ferdy ?" Tanya Pak Kartono.
            "Saya... nggak tahu Pak," Jawab Sekti.
            "Kamu kan teman dekatnya,, tolong kamu beritahu dia, kalau dia mau lulus mata kuliah saya dia harus menghadap saya segera minggu ini." Perintah Pak Kartono. Dosen yang terkenal killer di kelas.
            "Baik Pak," Sekti mengangguk gugup mengiyakan perintah dosennya.

            Berkali kali Sekti mencoba menghubungi ponsel Ferdy namun hasilnya nihil. Tak ada balasan sms, telpon pun tak dijawabnya.
            "Kemana sih Ferdy...? " Sekti tak henti-hentinya mondar mandir kesana kemari memikirkan nasib temannya. Yang sedang dipikirkan entah sedang berada dimana, apa dia memikirkan dirinya sendiri atau tidak.
            'Heeuh, dia selalu bikin orang khawatir..' Gerutu Sekti kesal.
@sf@
            Waktu penentuan nilai tinggal dua hari lagi. Tapi Sekti belum berhasil membawa Ferdy menghadap Pak Kartono.
            "Ferdy.."
            Ferdy tiba-tiba ada di hadapan Sekti. Dengan muka masam dan sangat memprihatinkan, tatapan Ferdy seolah meminta Sekti untuk mengikutinya. Mereka berjalan ke arah taman belakang GKB (Gedung Kuliah Baru). Disebut Gedung Kuliah Baru, karena gedung itu baru dibangun satu tahun yang lalu.
            "Kamu kenapa Ferdy ?" Tanya Sekti penuh kekhawatiran. Dalam benaknya, sesuatu pasti telah menimpa sahabatnya.
            Ferdy mencoba menegakkan kepalanya yang sedari tadi tertunduk. Sekti melihat bola mata Ferdy berusaha membendung air matanya.
            "Waktu itu aku mabuk, aku muak dengan orang tuaku yang selalu meninggalkanku sendiri. Aku ingin satu jam saja mereka disampingku. Tapi mereka sepertinya tak menganggapku."
            "Dasar anak tak tau diri ! kamu mau jadi apa Hah ?!! mau jadi jagoan..?! sudah berani mabuk-mabukan ! mau kamu apa sebenarnya ?!!" 
            "Omelan dan makian aku terima dari mereka. Karena aku mabuk, omonganku pun nggak terkontrol."
            "Aku mau Papa Mama tau, kalo aku nggak bahagia dengan ini semua. Aku muak ! aku benci kalian berdua ! aku menyesal jadi anak Papa dan Mama !"
            "Ku kira mereka akan sadar, tapi ternyata Papa semakin marah, dan terus memukuliku. Mama hanya bisa mengomel dan tak bisa berbuat apa-apa. Bi Inah yang coba menolongku pun tak bisa berkutik karena di ancam akan dipecat."
            "Saat itulah aku tahu.. mereka..." Kata-kata Ferdy tercekat oleh tangis yang semakin ta tertahankan lagi.
            "Mereka.., knp?" Tanya Sekti hati-hati.
            "Mereka.. bukan orang tuaku." Jawab Ferdy mencoba menegarkan diri.
            Sekti terdiam sejenak, Ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
            "Papamu cuma emosi sesaat mungkin.." Ucap Sekti mencoba menghibur.
            "Awalnya aku pikir begitu. Tapi..."
            Ferdy terdiam sejenak,
            "Aku masih ingat, dan aku nggak mungkin salah, Papa mengatakan.."
            "Aku juga menyesal sudah mengangkatmu sebagai anak ! Harusnya aku biarkan kamu jadi gelandangan 20 tahun lalu!!"
            Sekti menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Hampir saja Ia berteriak karena kaget. Mendengar ceritanya saja Sekti sudah bisa merasakan bagaimana sakitnya perasaan Ferdy.
            "Bukankah itu cukup untuk membuktikan aku memang bukan anak mereka." Kata-kata Ferdy lirih. Mendengar hal itu hati siapa yang tak tersayat.
            Beberapa detik mereka berdua hening. Hanya ada isak tangis Ferdy.
            "Kamu nggak sendiri Ferdy, Tuhan pasti bersamamu.." Sekti mencoba menguatkannya. Namun tangis Ferdy semakin tak terbendung.
            "Tuhan..?" Ferdy menghentikan tangisnya sekejap, kemudian kembali tertunduk dalam tangisnya.
            "Bahkan aku ragu, Tuhan mau menerimaku." Ucap Ferdy terbata-bata.
            "Nggak Ferdy, Allah Maha Pengampun. Allah Maha Penyayang pada hambanya yang mau bertaubat," Kata Sekti. Ferdy menatap mata Sekti yang berkaca-kaca.
            "Kembalilah pada fitrahmu Fer, kembalilah pada Islam." Ucap Sekti pelan namun penuh keyakinan. Sekti yakin Ferdy ingin sekali masuk Islam. Dan inilah saat yang tepat untuk meyakinkannya.
            "Apa aku bisa sepertimu?" Tanya Ferdy.
             Sekti tersenyum sambil menggenggam tangan kanannay.
            "Semangat !"
            Mereka berdua tersenyum dalam tangis.
            "Ya, Semangat !" Ucap Ferdy sambil mengikuti gaya Sekti.
            Merekapun lega. Satu kenyataan terungkap dalam hidup Ferdy. Setidaknya itu mungkin akan mempermudah Ferdy membuat suatu keputusan dalam hidupnya kelak. Tak bergantung pada orang tuanya lagi dan tak mengalami tekanan lagi.
            "Oiya, ayo.." Kata Sekti tiba-tiba.
            "Kemana ?" Tanya Ferdy.
            "Ya ke Pak Kartono lah. Kamu di cari beliau dari kemarin."
            Sekti dan Ferdy berjalan, atau lebih tepatnya setengah berlari menuju ruang Pak Kartono.
            "Permisi Pak, Ini.. Ferdy Pak.." Ucap Sekti gugup.
           
            Sekti menemani Ferdy menghadap dosen paling killer itu. Ini bukan yang pertama kalinya Ferdy dipanggil dosen gara-gara nilainya yang buruk. Dan ini bukan pertama kalinya juga Sekti yang membantu meloby dosen agar mau memberikan kesempatan pada Ferdy untuk memperbaiki nilainya.
            Ya..sistem DO yang diberlakukan di kampus memang cukup memberikan tekanan pada para mahasiswanya. Agar selamat dari ancaman DO, para mahasiswa harus sungguh-sungguh belajar dan mematuhi aturan dosen. Jika berkelit sedikit saja, melanggar peraturan atau berleha-leha dengan nilai E, maka siap-siaplah mendapat 'surat cinta' Drop Out dari kampus.
            "Saya kasih kamu waktu sampai besok untuk mengumpulkan semua tugas-tugas yang belum kamu selesaikan. Mulai dari tugas individual maupun kelompok. Terserah bagaimana caranya, saya mau besok sebelum jam 08.00 harus sudah ada di meja saya. Mengerti ?!" Kata Pak Kartono. Tangannya memlintir-mlintir kumisnya yang tebal, membuat hati makin ciut saja.

            "Bagaimana aku menyelesaikan semuanya dalam semalam ?" Tanya Ferdy melihat setumpuk buku dan kertas yang berceceran di mejanya.
            "Ayo, kamu pasti bisa. aku temenin ko' sampe selesai. Ok " Kata Sekti memberi semangat.
            Huuff.. Ferdy menghela nafas sambil terus mebuka lembar demi lembar buku dan menjawab soal demi soal yang ada.

            "Mmm.. Aku pulang dulu ya Fer, udah malam.." Sekti berpamitan karna memang sudah malam. Jam di tangannya menunjukkan pukul 20.00, sudah saatnya Ia pulang.
            Ferdy melanjutkan perjuangannya sendiri, sampai larut malam tugas-tugasnya belum juga habis. Lelah yang tak tertahankan lagi membuat punggung dan seluruh badannya serasa remuk. Ia berharap ada keajaiban datang esok hari, agar Pak Prapto mau menerima tugas-tugasnya dan merubah nilainya yang awalnya E menjadi C atau bahkan B.
@sf@
            "Aduh.. Ferdy kemana ya..?"
            Sudah hampir jam 07.30, namun Ferdy belum terlihat sama sekali batang hidungnya. Sampai pukul 08.00 Ferdy belum juga datang, padahal Ia harus mengumpulkan tugasnya sebelum jam 08.00.
            "Akhirnya.."
            Jam 8 lebih 15 menit Ferdy datang. Tanpa ba..bi..bu..lagi Ferdy dan Sekti langsung meluncur ke ruangan Pak kartono.
            Jekreek..jekreek. Pintunya terkunci.
            Sekti dan Ferdy mencoba membuka pintu itu namun terkunci.
            "Harus bagaimana ini ?" Pekik Sekti panik.
            "Pak, apa Pak Kartono belum datang ?" Tanya Sekti pada resepsionis jurusan.
            "Pak Kartono mah udah pergi lagi neng, katanya mau ke Surabaya."
            "Apa ?!" Sekti memnatap wajah Ferdy yang kecewa.
            "Sudah terlambat. Ini salahku Sekti." Lembaran tugas itu jatuh berserakan ke lantai. Dan Ferdy yang kecewa langsung pergi dari ruangan.
            Sekti mencoba mengejar Ferdy, namun terlambat. Ia sudah melaju dengan motornya.
            "Nggak, ini nggak boleh terjadi. Ini belum terlambat." Sekti bergumam. Dipegangnya lembaran tugas Ferdy erat-erat.
            'Aku nggak akan membiarkan usahamu sia-sia, Ferdy.' Ucap Sekti dalam hati.
            Sekti berniat menemui Pak Kartono, Ia langsung meluncur ke rumah dosen itu dengan harapan Sag Dosen belum bertolak ke Surabaya seperti yang di katakan resepsionis jurusan.
            "Wah, Bapak baru saja berangkat ke Bandara.." Kata seseorang di rumah Pak Kartono.

            Tak putus asa, Sekti melaju motornya ke Bandara. Jika baru saja berangkat, berarti belum terlambat untuk menyusulnya.
            Mata Sekti diedarkan ke seluruh penjuru bandara. Mencari sosok Pak Kartono di tengah banyak orang. Ia berlari kesana kemari, namun Pak Kartono seperti hilang ditelan kerumunan manusia. Hampir saja Ia menyerah, namun sebuah suara mengalihkan perhatiannya.
            "Saya mohon, beri saya waktu Pak. Saya minta maaf karena saya telat 15 menit dari yang Bapak perintahkan. Tapi saya sudah menyelesaikan semua tugas saya. Mohon Bapak mau memeriksanya. Meskipun mungkin tidak bisa merubah nilai saya, tapi asalkan Bapak mau memeriksanya, itu sudah cukup buat saya."
            "Ferdy.."
            Ferdy juga ternyata menyusul Pak Kartono ke bandara.
            "Alhamdulillah, Ferdy sudah lebih dulu bertemu Pak Kartono." Kata Sekti mengucap syukur. Dilihatnya dari kejauhan Ferdy berusaha membujuk Pak Kartono agar mau memberinya kesempatan.
            "Lalu mana tugasmu ?" Tanya Kartono sambil menengadahkan tangannya meminta tugas yang telah dijanjikan Ferdy.
            Ferdy baru menyadari, Ia menjatuhkan lembaran-lembaran tugasnya di lantai ruang jurusan. Ferdy panik.
            "Ini tugasnya Pak, " Suara Sekti menyelamatkan Ferdy dari kepanikan. Ia datang disaat yang tepat.
            Pak Kartono diam sejenak.
            "Baiklah, kamu bisa tenang sekarang. Kalau bukan karena melihat kegigihanmu, mungkin saya tidak bisa memaafkanmu." Kata Pak Kartono.
            "Terima kasih Pak, terima kasih banyak." Ucap Ferdy sambil menciumi tangan dosennya.

            Satu permasalahan terselesaikan.
            "Makasih ya Sekti, kalo kamu nggak datang tadi, aku nggak tau lagi harus bilang apa sama Pak Kartono." Kata Ferdy.
            "Sama-sama.. Lain kali bilang dulu kalo mau pergi. Ok.."
            Keduanya tersenyum, lega rasanya, keyakinan serta usaha yang sungguh-sungguh telah membawa mereka pada kepuasan hasil.
            Sekti menengadah ke langit. Ya Rabb, terima kasih atas segala kemudahan ini.
@sf@
           
             Ferdy memacu motornya dengan tenang. Ia hendak mencari ketenangan, dan Ia telah menemukan dimana ketenangan itu berada. Disisi Tuhanlah hatinya akan merasa tenang, hidupnya tentram, dan jiwanya menjadi terang. 
            Panti Asuhan Karomah.
            Tempat  yang Ferdy tuju. Ia memarkirkan motornya dihalaman Panti, disamping lapangan sepak bola. Tampak anak-anak seusia sekolah dasar sedang bermain disana. Matanya memandang satu per satu wajah anak-anak itu, apakah seperti ini kehidupanku dulu ? batin Ferdy.

            “Lihat ! kakak itu bawa hadiah ...” Pekik salah seorang anak membuyarkan lamunan Ferdy. Tanpa dikomandoi lagi anak-anak itu langsung menyerbu kantong yang dibawa Ferdy.
           
Ferdy sengaja berkunjung ke Panti Asuhan Karomah, untuk mencari tahu jati dirinya. Menurut keterangan Bi Inah, dulu kedua orang tua Ferdy menemukan Ferdy tengah terduduk lesu di pinggir jalan sambil memeluk lutut, kedinginan. Ferdy ternyata anak yang tinggal di Panti Asuhan Karomah ini, tersesat tak menemukan jalan pulang           setelah bermain di luar.

            “Pada saat itu, ada sepasang suami istri yang belum memiliki keturunan padahal mereka telah 10 tahun menikah. Mereka berniat mengadopsi seorang anak dari Panti.” Tutur Ibu Ningsih, sang pengelola Panti.
            “Sebenarnya adik ini dari mana ? kenapa menanyakan perihal Pak Heru dan istrinya ?” Tanya Ibu Ningsih usai bercerita.
            “Saya... Anak yang mereka adopsi 20 tahun lalu Bu.” Ucap Ferdy.
            “Masya Allah, jadi ini kamu,, Ya Allah, sudah besar ya sekarang...dulu kamu masih piyi 1 ” Kata Ibu Ningsih sambil memeluk Ferdy.
            Ibu Ningsih berkali-kali memandang wajah Ferdy dan mengusap-ngusap kepalanya dengan lembut. Tak percaya, anak yang dahulu bocah2 kecil kini sudah tumbuh dewasa.
            Percakapan mereka terhenti kala kumandang adzan menggema.
            “Karena sudah adzan, kita solat dulu saja ya Nak,” Ucap wanita paruh baya yang biasa disapa Bu Ning itu.
            “Sholat ?” Tanya Ferdy.
            “Iya, Nak Ferdy sholat juga kan ?” Bu Ning bertanya heran.
            “Saya tidak bisa sholat Bu, saya... beragama Kristen.” Jelas Ferdy. Matanya mulai berkaca.
            Ibu Ning terdiam sejenak. Ribuan butiran air siap membanjiri pipinya.
            “Maaafkan Ibu Nak, dulu Ibu membiarkanmu di adopsi oleh keluarga Pak Heru yang beragama Kristen, sehingga kamu ikut beragama Kristen. Sekali lagi maafkan Ibu ya Nak..” Kata Bu Ning menyesal. Keduanya menangis.
            “Setiap mendengar adzan saya selalu ingat seperti pernah mendengarkan lantunan yang sama, tapi saya lupa dimana. Ternyata saya memang dilahirkan bukan sebagai seoarng kristiani. Dan saya mendengar lantuna adzan itu di Panti ini. Sekarang saya ingat Bu, dulu saya bermain-main di lapangan samapai maghrib tiba. Dan kami berbondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan solat. Ternyata benar saya seorang Muslim..” Ujar Ferdy. Air matanya tak terbendung. Keduanya berpelukan dalam keharuan.
            “Mari Nak, kita kembali pada yang memiliki panggilan itu. Kita sholat. “
            Disaksikan oleh seluruh penghuni Panti Asuhan beserta tokoh masyarakat setempat, Ferdy mengikrarkan kalimat tauhid, dua kalimat syahadat. Kebahagiaan menyelimuti hati setiap orang yang menyaksikan keislaman Ferdy, begitupun Ferdy. Ia seolah lahir kembali ke dunia, sebagai seorang Muslim. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Ferdy solat berjama’ah maghrib dengan penuh kekhusu’an. Meski belum ingat bagaimana caranya solat, Ia tetap merasakan sentuhan tangan Allah memeluk hatinya.
@sf@
            “Assalamu’alaikum..” Sebuah salam terdengar dari luar. Ada tamu rupanya.
            “Wa’alaikum salam..” Jawaban dari dalam rumah.
            Sekti terdiam sejenak memandang orang di hadapannya. Siapa ?
“Cari siapa ya ?” Tanya Sekti ragu-ragu.
“Ini Aku Sekti..”
Sekti memandanginya lagi. Matanya melebar, dan senyumnya terkembang.
“FERDY..!!” Pekik Sekti.
“Bener ini kamu ??” Tanya Sekti tak percaya.
“Iya, ini Aku. Ferdy. Aku ganteng nggak ?” Kata Ferdy tersipu malu sambil membetulkan posisi kopiahnya.
“Hahaha.. tentu saja ganteng. Kamu..udah...”
“Iya. Aku udah kembali.. “
Keduanya berpandangan haru, mata mereka berkaca-kaca.
“Asyhadu allaa ilaa haillallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah..” Ferdy melafalkan kembali dua kalimat syahadat dengan fasih, suaranya bergetar menahan tangis.
“Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaa ha illallah..wallahu akbar.” Sekti tak berhenti bertasbih, tahmid, dan takbir mengucap syukur atas keagungan Allah subhanahu wata’ala. Harapannya melihat sahabatnya memeluk Islam terkabul juga. Alhamdulillah...
Manusia terlahir dari ketiadaan, dan akan kembali pada ketiadaan. Manusia hanya memiliki kekosongan, namun apakah kita hanya akan kembali dengan kekosongan pula ? tentu tidak. Sesungguhnya manusia terlahir dalam keadaan fitrah (Islam). Dan dengan fitrah itulah manusia akan kembali padaNya.

-S E K I A N-